Juli 01, 2008

Untukmu Sahabat.... (part II)

Sahabat....
Aku sadar, hanya bisa memberi sedikit untukmu. Sebisa & sesanggupku, aku hadir di setiap suka dukamu. Aku berusaha sepenuh hati 'tuk tunjukkan bahwa kehadiranmu benar-benar dibutuhkan dunia. Peranmu tak kalah besar dibanding besarnya manfaat sinar mentari. Aku berusaha selalu membuatmu tersenyum seindah bulan sabit yang damai dipandang mata. Kubantu kau berdiri kuat setegar batu karang menghadapi pahit manisnya kehidupan. Dan satu lagi pemberian dariku yang terlalu sederhana,

"Allah, Tuhan Yang Maha Pengasih & Maha Penyayang. Tuhan Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana. Lindungilah sahabat-sahabatku, ya Allah... Limpahkanlah rahmat & hidayahMu dalam kehidupan mereka. Kabulkanlah setiap do'a, harapan, dan impian mereka. Ampuni segala dosa mereka, wahai Tuhan Yang Maha Pengampun. Hanya Engkau Dzat Yang dapat memberi ampunan bagi hamba-hamba yang tak berdaya seperti kami ini, ya Allah... Jadikanlah kami termasuk dalam ahli surgaMu & pertemukanlah kami di sana dengan ridloMu, Tuhan Yang Maha Pemurah. Hanya padaMu kami menyembah & hanya padaMu kami mohon pertolongan. Kabulkanlah do'a hambaMu, amin ya rabbal'alamiin..."

tak ada lagi kepunyaanku untukmu yang berharga, sahabatku. Kuharap kita selalu bersama walau hanya dalam hati.

Untukmu Sahabat...

Di hidupku sahabat memegang andil dalam setiap langkah yang kuambil. Karena sahabat adalah pergaulanku. Entah langkah yang hanya sekedar ikut―ikutan atau langkah yang benar―sudah kupertimbangkan sematang―matangnya. Paling tidak sahabat seringkali memberiku secuil informasi, tapi bagiku itu sangat berharga.

Aneh kurasa, seringkali aku bertemu sahabat yang menurutku bukan benar―benar sahabat. Aku tak tau kenapa, tapi sikapnya padaku tak mencerminkan sikap seorang sahabat. Mungkin pikiranku sungguh terlalu negatif untuk mereka tapi aku tetap tak bisa menganggap mereka sahabat, walau mereka juga pernah hidup dalam kenanganku, berperan di hari―hariku, dan pernah menduduki tahta persepsi sahabat di pikiranku.

Lebih dari satu kali aku kehilangan sahabatku. Menyedihkan, sungguh sangat menyiksa. Apalagi ketika mereka enggan mengatakan kelalaianku yang membuat mereka pergi. Bukankah sudah selaknya sahabat saling mengingatkan?? Rasanya aku tak mau keluar dari sangkarku, aku tak berguna. Semua kulakukan tanpa tujuan yang jelas. Hanya dengan sisa energi yang membantu bakat tertinggalku, bukan dengan sepenuh hati. Aku bahkan tak tahu harus melakukan apa di hadapan mereka yang pergi, dari persepsi sahabat di mataku.

Di balik semua itu, aku mencoba bersabar & bersyukur. Bersyukur untuk pengalaman yang pelajarannya tak 'kan pernah tergantikan. Bersyukur karena aku memutuskan bahwa itu semua kusebut kehilangan sahabat, yang mungkin di mata orang lain adalah benar―benar murni kesalahanku & bukan salah kepergian sahabatku.

Setelah semua berlalu, aku memendam harapan yang dalam akan pertemuan dengan sahabat. Sahabat yang menerima aku apa adanya. Sahabat yang satu pikiran & saling menguatkan. Sahabat yang bersama―sama dengannya mimpiku tak lagi maya, dan asaku menjadi nyata. Sahabat yang kujadikan tempat berkeluh ketika keluarga sekalipun tak mengerti aku. Sahabat yang membuatku berarti tanpa harus kuingkari bahwa berarti atau tidaknya diriku tergantung pada bagaimana aku mengartikan diriku.

Sahabat....
Bukan main―main perkataanmu.

Tak cukup rasanya kuberikan intan permata, batu berlian, atau bahkan bongkahan emas sebagai penghargaan atas kehadiranmu. Andai aku bisa, kan kupelukkan gunung, kubawakan pulang bintang―bintang, kucapaikan cakrawala hanya untukmu. Tapi tak 'kan mampu diri yang hina & tak berdaya ini.