Oktober 20, 2008

Kekuatan dari "Yang Terakhir"

Hidup ini seperti air
Terus mengalir


Menuju sebuah muara
Titik terakhir


Seperti manusia
Berjalan ke tujuan akhirnya


Tujuan yang tak dibuat sembarangan


Membutuhkan prinsip,
usaha keras,
do'a,
dan yang terakhir
tawakal
untuk meraihnya


Adakah yang menyadari?


Dengan tawakal
Kita ikhlas

Ikhlas atas semua yang telah Kita korbankan demi mencapai tujuan
Ikhlas demi bersyukur untuk segala takdir-Nya
Ikhlas berlandaskan keyakinan bahwa
Hanya Dialah Yang Maha Memberi dan Yang Maha Tau yang terbaik untuk hamba - hamba-Nya


Dengan tawakal
Kita tak kan jadi penyombong

Penyombong yang tak bersyukur karena merasa telah bekerja keras
Penyombong yang lupa bahwa ini semua hanyalah titipan-Nya


Dan dengan tawakal
Kita kembali ke hakikat islam




Berserah diri pada-Nya

WAKTU

Waktu begitu cepat berlalu. Tak pernah pandang bulu apa pun yang sedang kita kerjakan. Ketika waktu berkata sudah, maka kita harus berhenti.


Seiring dewasa, waktu semakin kejam. Membantai tubuh dan pikiranku. Tak ada toleransi darinya, sampai-sampai sering kali aku harus hutang tidur. Hanya demi tepat waktu.


Dulu..........
Rasanya waktu milikku. Aku bisa menguasainya sesuka hati. Bermain,.. tidur,.. belajar,.. semua beres dengan sisa wkatu yang masih lebih dari cukup untukku dapat bercengkrama dengan orang-orang tersayang. Walau hanya membicarakan hal yang sepele tapi aku benar-benar menikmati saat-saat itu.


Aku tak mau membohongi diri-sendiri, aku sungguh-sungguh merindukan kebersamaan itu. Aku tak ingin hanya demi tepat waktu, aku harus kehilangan diriku. Sebagai kakak yang baik, anak yang berbakti pada orang tua, siswa yang rajin dan muslimah yang disiplin beribadah. Dan sudah pasti bahwa itu semua belumlah terwujud sepenuhnya.


Kini kebersamaan itu menjadi sangat mahal. Ketika bertemu sekali waktu, rasanya……sehari = dua puluh empat jam masih kurang jika dalam seharian itu kuhabiskan waktu bersama orang-orang tersayang. Begitu banyak hal yang kini tersembunyi. Yang baru saja jusadari bahwa itu semua adalah pertanda dari kedewasaan kami. Keterbukaan pun harus diatur sedemikian rupa untuk dapat diterima dengan lapang. Demi menjaga keharmonisan hubungan.


Tapi hidup bukanlah untuk disesali. Seperti kata Dewa, manusia pasti bisa mengambil hikmah. Dan dari itu, aku bersyukur. Telah kukecap pahit manisnya perjalanan waktu. Meski kusadari, itu semua belumlah cukup bagiku mengambil pelajarannya untuk menghadapi hari esok, tapi paling tidak ..... waktu telah membuka mataku untuk selalu mengharagainya.


Setiap detik yang kuhabiskan, aku tak ingin membuatnya tak berguna. Setiap kedipan mataku, aku pasti akan kehilangan semua yang kulihat di dunia ini. Yang tak ingin kulewatkan sedikit pun namun malah terlewat terlalu banyak. Setiap hembusan nafasku, aku syukuri berjuta nikmat yang telah Ia berikan padaku.


Meski aku harus hutang tidur, aku bahagia. Syukurku tak henti-hentinya mengalir dari kalbu yang mendambakan kesucian ini. Syukur yang kuiringi harapan, hutang-hutangku itu tidak mengurangi sedikit pun ibadah, belajar, & kewajiban-kewajiban lainnya.


Mungkin waktu bukanlah hal yang istimewa. Namun tanpa waktu, manusia pasti akan kebingungan mengatur kegiatannya. Apalagi bagi para muslim yang diwajibkan mendirikan sholat fardhu sebagai tiang agama. Walaupun alam bisa memberi tanda, namun alam kini telah berubah. Unpredictable!


Huhhhh... Jika saja aku bisa bercakap dengan waktu......


Wahai waktu, tidakkah kau lihat? Begitu banyak korabanmu di sana? Akankah kau turunkan kecepatanmu hanya untuk membantu membuka mata dan menyadarkan mereka, bahwa bukanlah kau yang membunuh mereka. Melainkan mereka sendiri, yang lupa..... mengapa dan untuk apa mereka ada.


Bahkan apa yang harus mereka lakukan di sini, di dunia yang hanya sementara ini.... Coba tanyakan pada mereka, wahai waktu! Apakah mereka tau? Apakah mereka benar-benar tau???